Istilah cyberspace pertama kali digunakan untuk menjelaskan dunia yang terhubung langsung (online) ke internet oleh Jhon Perry Barlow pada tahun 1990. Secara etimologis, istilah cyberspace sebagai suatu kata merupakan suatu istilah baru yang hanya dapat ditemukan di dalam kamus mutakhir.
Cambridge Advanced Learner's Dictionary memberikan definisi cyberspace sebagai “the Internet
considered as an imaginary area without limits where you can meet people and discover information about any subject”. The American Heritage Dictionary of English Language Fourth Edition mendefinisikan cyberspace sebagai “the electronic medium of computer networks, in which online communication takes place”.
Pengertian cyberspace tidak terbatas pada dunia yang tercipta ketika terjadi hubungan melalui internet. Bruce Sterling mendefinisikan cyberspace sebagai the ‘place’ where a telephone conversation appears to occur.
Perkembangan teknologi komputer juga menghasilkan berbagai bentuk kejahatan komputer di lingkungan cyberspace yang kemudian melahirkan istilah baru yang dikenal dengan Cybercrime, Internet Fraud, dan lain-lain.
Collin Barry C. menjelaskan istilah cybercrime sebagai berikut :
“Term “cyber-crime” is young and created by combination of two words: cyber and crime. The term “cyber” means the cyber-space (terms “virtual space”, “virtual world” are used more often in literature) and means (according to the definition in “New hacker vocabulary” by Eric S. Raymond) the informational space modeled through computer, in which defined types of objects or symbol
images of information exist – the place where computer programs work and data is processed.”
Computer crime dan cybercrime merupakan 2 (dua) istilah yang berbeda sebagaimana dikatakan oleh Nazura Abdul Manap sebagai berikut:
“Defined broadly, “computer crime” could reasonably include a wide variety of criminal offences, activities or issues. It also known as a crime committed using a computer as a tool and it involves direct contact between the criminal and the computer…..There is no Internet line involved, or only limited networking used such as the Local Area Network (LAN). Whereas, cyber-crimes are crimes
committed virtually through Internet online. This means that the crimes committed could extend to other countries… Anyway, it causes no harm to refer computer crimes as cyber-crimes or vise versa, since they have same impact in law.”
Sebagian besar dari perbuatan Cybercrime dilakukan oleh seseorang yang sering disebut dengan cracker. Berdasarkan catatan Robert H’obbes’Zakon, seorang internet Evangelist, hacking yang dilakukan oleh cracker pertama kali terjadi pada tanggal 12 Juni 1995 terhadap The Spot dan tanggal 12 Agustus 1995 terhadap Crackers Move Page.
Berdasarkan catatan itu pula, situs pemerintah Indonesia pertama kali mengalami serangan cracker pada tahun 1997 sebanyak 5 (lima) kali.Kegiatan hacking atau cracking yang merupakan salah satu bentuk cybercrime
tersebut telah membentuk opini umum para pemakai jasa internet bahwa Cybercrime merupakan suatu perbuatan yang merugikan bahkan amoral. Para korban menganggap atau memberi stigma bahwa cracker adalah penjahat. Perbuatan cracker juga telah melanggar hak-hak pengguna jasa internet sebagaimana digariskan dalam The Declaration of the Rights of Netizens yang disusun oleh Ronda Hauben.
Berdasarkan pemikiran JoAnn L. Miller yang membagi kategori white collar crime menjadi empat kategori, yaitu meliputi organizational occupational crime, government occupational crime, profesional occupational crime, dan individual occupatinal crime, maka Agus Raharjo berpendapat bahwa Cybercrime dapat dikatakan sebagai white collar crime dengan kriteria berdasarkan kemampuan profesionalnya. David I. Bainbridge mengingatkan bahwa pada saat memperluas hukum pidana, harus ada kejelasan tentang batas-batas pengertian dari suatu perbuatan baru yang dilarang sehingga dapat dinyatakan sebagai perbuatan pidana dan juga dapatdibedakan dengan misalnya sebagai suatu perbuatan perdata.
Indonesia merupakan "Cyber Crime" tertinggi didunia.
Brigjen Anton Taba memaparkan, tingginya kasus cyber crime dapat dilihat dari banyaknya kasus pemalsuan kartu kredit dan pembobolan sejumlah bank.
Menurut dia, para hacker lebih sering dalam membobol bank-bank internasional dibandingkan dengan bank-bank dalam negeri. Setelah Indonesia, ujar Anton, negara lainnya yang memiliki jumlah kasus cyber crime tertinggi adalah Uzbekistan. Karena tingginya kasus cyber crime, ia juga mengkritik buku PBHI yang tidak memiliki bagian khusus yang membahas tentang hal tersebut. Buku PBHI pada 2009 adalah edisi yang kedua, setelah edisi perdana terbit pada 2006. Ke-15 bab dalam buku tersebut berisi tema yaitu Hukum di Indonesia; Sistem Hukum di Indonesia; Bantuan Hukum di Indonesia; Pengaduan; Hukum Keluarga, Perempuan, dan Anak; Perjanjian Kredit; Hukum Tanah; Hukum Perburuhan; Hukum Lingkungan; Hak Individu dalam Hukum Pidana; Hak Konsumen; Pelanggaran HAM Berat dan Hak Korban; HAM dalam Konstitusi; Pemerintahan dan Kelembagaan Negara; serta Advokasi. Buku PBHI diterbitkan atas kerja sama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), dan Indonesia-Australia Legal Development Facility (IALDF).
Sumber :
- http://nasional.kompas.com/read/2009/03/25/18505497/Cyber.Crime..Indonesia.Tertinggi.di.Dunia
- William Gibson, 1984, Neuromancer, New York:Ace, hal. 51, dikutip dari Agus Raharjo, op.cit., hal. 92-93.
- http://dictionary.cambridge.org
- http://www.bartleby.com.
- Bruce Sterling, 1990, The Hacker Crackdown, Law and Disorder on the electronic Frontier,
- Massmarket Paperback, electronic version available at http://www.lysator.liu.se/etexts/hacker.
- Collin Barry C., 1996, The Future of CyberTerrorism, Proceedings of 11th Annual International Symposium on Criminal Justice Issues. The University of Illinois at Chicago, dikutip dari makalah Vladimir Golubev, cyber-crime and legal problems of usage network the INTERNET.
- Nazura Abdul Manap, Cyber-crimes: Problems and Solutions Under Malaysian Law, makalah pada seminar nasional Money Laundering dan Cybercrime dalam Perspektif Penegakan Hukum di Indonesia, diselenggarakan oleh Lab. Hukum Pidana FH Univ. Surabaya, 24 Februari 2001, hal.3.
- Agus Raharjo, op. cit., hal. 35-39.
- Ibid, hal. 44.
- Ibid, hal. 50-51.
- http://azamul.files.wordpress.com/2007/06/thesis-cybercrime-di-indonesia.pdf
- David I. Bainbridge, 1993, Komputer dan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 155.
